Banjarmasin, WARTA GLOBAL, Saya (IBG DARMA PUTRA) punya teman, namanya panjang, elegan, modern, dipenuhi doa terbaik kedua orang tua dan seluruh keluarga besarnya tetapi semuanya itu tidak terhiraukan oleh para sahabat konyol disekitarnya karena tetap saya dikesehariannya dia dipanggil dengan nama Kampret.
Kampret tetaplah kampret, seekor kelelawar kecil pemakan serangga dengan hidung berlipat yang bermakna sialan, mungkin karena baunya sangat menyengat walaupun sudah dimandikan dengan air tercampur bunga tujuh rupa.
Saya teringat kepada kampret karena membaca usulan majalah tempo untuk memanggil guru besar bergelar Profesor, tidak lagi dengan panggilan Prof tetapi Pret, tentu saja untuk guru besar abal abal yang didapat secara sialan. Serupa dengan teman saya si Kampret punya hobby nonton film horor yang membuat kagum dan menunjukkan nyali besar.
Keberanian abal abal karena didalam bioskop, dalam setiap adegan horor, dia akan tutup mata bahkan duduk membelakangi layar, menghadap penonton, sambil mulutnya sibuk bertanya, apakah adegannya sudah lewat atau belum. Setelah adegan berlalu, dia akan nonton secara normal kembali dan setelah bioskop selesai, dia keluar dengan langkah gagah bak pahlawan, sehabis menang perang, serupa dengan sikap para guru besar abal abal di kampusnya.
Kampret tetap kampret walaupun berupaya membuat namanya seolah akronim dari berbagai nilai luhur kehidupan, mulai K yang merupakan kepanjangan Keren, selanjutnya Adil atau Amanah, Mandiri, Patriotis, Rajin atau Ramah, Empati, sampai pada T kepanjangan dari Tekun atau Teliti, karena cuma bisa meniru dan tak punya satupun karya sendiri.
Kampret merasa pandai hanya karena punya desertasi dan menjadi lebih merasa pandai karena desertasinya rumit sulit dipahami, bukan karena substansinya yang rumit tetapi karena secara keseluruhan tak masuk akal, narasinya kabur, tidak ada benang merah antar alinea , disain penelitiannya tak tepat cendrung ngawur dan kesimpulannya asal saja tetapi diluluskan cum laude oleh para penguji yang ternyata sahabat kolutifnya.
Kampret akan sangat kagum pada karya bule dan cendrung meniru saja karena tak mampu mencipta dan jika mau belajar akan bisa menjadi pembela terdepan kebenaran ciptaan bule. Tingkat tertinggi usahanya adalah rajin belajar dan takan pernah berkarya karena tidak pernah berpikir. Dia takut salah dan lebih berani bohong. Dia akan hancur oleh pujian karena tak berani berjaya dalam derasnya kritikan.
Kampret sahabat saya, memang kampret lucu dan sampai sekarangpun masih tetap lucu dan tak layak lagi diberi padanan kampret karena saat jumpa terakhir, bau badanya sudah wangi, secantik istrinya. Kampret dengan romantikanya yang selalu membuat saya kangen kepadanya. Tapi kampretnya profesor abal abal, sangat menjengkelkan karena mentalnya dalam jangka panjang, potensial menghancurkan kedaulatan, kemandirian dan karakter bangsa.
Banjarmasin
16072024
KALI DIBACA