WARTA GLOBAL.id (Banjarmasin)
Ada yang menarik dan paling substantif dari hasil audiensi Forum Ambin Demokrasi dengan DPRD Kota Banjarmasin yang juga dihadiri manajemen PT PALD Banjarmasin sebagai pengelola IPAL, yaitu terungkap bahwa pelanggan IPAL yang menjadi target layanan dari PT PALD Banjarmasin, hanya 7 titik, terdiri dari 6.600 kk, dengan panjang pipa 92 km.
Hanya 6.600 kk yang mendapat pelayanan rutin PT PALD, sementara yang dipungut tarifnya lebih dari 200.000 pelanggan PDAM. Penarikan tarif yang tidak berkorelasi dengan cakupan pelayanan ini, boleh dibilang tindakan “memalak rakyat”. Karena, kok bisa tidak mendapat jasa pelayanan, juga harus membayar? Kenapa?
Sebab inklud pada pembayaran PDAM, tidak ada opsi untuk tidak membayar. Dengan terpaksa seluruh pelanggan PDAM bertambah bebannya karena harus menanggung IPAL yang pelayanannya tidak didapatkan.
Hanya dengan Perwali 152/2023, tindakan “memalak” yang biasanya dianggap ilegal, seketika menjadi legal, dan PT PALD diuntungkan. Sementara proses terbitnya Perwali, tentu saja tidak melibatkan proses legislasi di DPRD. Pertanyaannya, kemana DPRD ketika Perwali ini diberlakukan? Dimana suaranya? Apakah tidak tersinggung ketika warganya - konstituennya “dipalak” tanpa melalui proses legislasi di DPRD?
Dengan demikian, agar tidak berlanjut menjadi masalah hukum, tidak ada pilihan kecuali mencabut Perwali 152/2023 dan mengembalikan tarif yang sudah dikenakan dengan dikonversi pada pembayaran PDAM bulan berikutnya.
Dan DPRD harus mengembalikan “maruahnya” sebagai lembaga perwakilan, dimana setiap ada peraturan yang berujung pada pembebanan kepada rakyat, harus melalui proses legislasi yang ketat, dengan studi kelayakan dan naskah akademik yang rijit, sehingga tidak asal – tidak serampangan.
Mengembalikan “maruah dan rasa ketersinggungan DPRD” inilah yang menjadi pertimbangan Forum Ambin Demokrasi memilih beraudiensi kepada DPRD Kota Banjarmasin, dan berharap ditindaklanjuti dengan sepenuh hati. (nm)***disalin juna
KALI DIBACA