Merosotnya Moral Anak Sekolah Dasar,  Tantangan Pendidikan Karakter Di Era Digital - Warta Global Kalsel

Mobile Menu

Top Ads

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Berita Update Terbaru

logoblog

Merosotnya Moral Anak Sekolah Dasar,  Tantangan Pendidikan Karakter Di Era Digital

Wednesday, 10 December 2025


Yogyakarta, Warta Global Kalsel — Merosotnya moral anak sekolah dasar di era digital semakin menjadi perhatian serius Para Pendidik. Perilaku kurang sopan, mudah tersulut emosi, serta kecenderungan meniru ujaran kasar dari media sosial menjadi fenomena yang semakin sering ditemukan di lingkungan sekolah.

Dosen Magister PGMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Nur Hidayat, M.Ag,
menegaskan, perubahan perilaku Anak dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari 
pengaruh teknologi yang begitu dominan dalam kehidupan Mereka. Menurutnya, 
Anak-anak tumbuh dalam lingkungan digital yang penuh informasi tanpa filter dan tanpa pendampingan yang memadai.
“Anak-anak saat ini lebih banyak belajar dari layar gawai daripada mendengarkan 
nasihat Orang Tua dan Guru. Jika tidak ada pendampingan yang memadai, arus 
digital akan jauh lebih kuat membentuk perilaku Mereka dibandingkan pendidikan 
formal,” ujar Dr. Nur Hidayat, M.Ag.


Nur Hidayat menjelaskan, melemahnya moral Anak tampak dari berkurangnya tata krama, rendahnya empati, serta meningkatnya kebiasaan membantah Guru maupun Orang Tua. Menurutnya, perubahan ini bukan sekadar persoalan kedisiplinan, melainkan sudah menyentuh aspek fundamental dalam pembinaan karakter.

Dr. Nur Hidayat, M.Ag. menilai,  pendidikan karakter perlu dirancang secara lebih kontekstual dengan realitas digital yang dihadapi Anak-anak. Pendidikan 
akhlak tidak bisa hanya disampaikan melalui hafalan atau ceramah moral. Anak membutuhkan teladan nyata, pembiasaan, serta pendampingan dalam 
menggunakan gawai dan media sosial.

“Pendidikan moral tidak cukup berhenti pada teori. Anak harus melihat contoh, 
merasakan lingkungan yang baik, dan dibimbing ketika berinteraksi dengan 
teknologi. Tanpa itu, pendidikan karakter tidak akan efektif,” tegasnya.

Selain itu, Nur Hidayat menekankan pentingnya peran keluarga sebagai pondasi utama pembinaan moral Anak. Menurutnya, banyak perilaku negatif muncul karena minimnya pengawasan dan kontrol di lingkungan rumah.

“Sekolah dapat menanamkan nilai, tetapi Keluarga adalah pondasinya. Jika 
pendidikan di rumah tidak mendukung, Sekolah akan bekerja sendiri dan hasilnya 
tidak maksimal,” jelasnya.

Pengalaman lapangan turut disampaikan oleh Guru Madrasah Ibtidaiyah di 
Yogyakarta, Muhammad Hilmi, S.Pd. Ia mengamati, semakin banyak Anak 
meniru gaya bicara dan perilaku dari media sosial tanpa mempertimbangkan etika maupun kesopanan.
“Banyak Siswa membawa bahasa media sosial ke Sekolah. Ada yang mengejek 
temannya, membantah Guru, dan sulit diarahkan. Pengaruh digital sangat jelas 
terlihat dalam perilaku Mereka,” ungkap Hilmi.

Helmi menyebut,  Guru kini dituntut untuk memberi perhatian lebih besar pada 
pembinaan karakter, selain tugas utama mengajar.

Sementara itu, Ala Mudin Haqi, S.Pd menilai, merosotnya moral Anak 
Sekolah Dasar merupakan tantangan besar yang harus dihadapi bersama. Dunia pendidikan membutuhkan pendekatan karakter yang lebih inovatif, integratif, dan 
sesuai dengan konteks perkembangan teknologi.

Pendidikan karakter bukan sekadar pelengkap kurikulum, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan Generasi Muda tumbuh dengan akhlak, etika, dan integritas yang kuat ditengah derasnya arus digital untuk Generasi Emas 2045.*


Dosen : Dr. Nur Hidayat M.Ag
Mahasiswa : Ala Mudin Haqi S.Pd


KALI DIBACA