Banjarmasin, Warta Global Kalsel - Sebuah tulisan keresahan Anak Banua Norhalis Majid yang mewakili Anak-anak Banua Kalimantan Selatan terkait kerusakan alam dan ulasan
Dr Ahmad Yunani SE MSi
Ketua Dewan Penasehat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Kalsel, yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, patut jadi perenungan kita untuk memperbaiki alam khususnya Bumi Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan.
Berikut tulisan Norhalis Majid.
Pertumbuhan 5,14%, Kerusakan 100%
Oleh : Noorhalis Majid
Pertambangan dan Perkebunan kelapa sawit yang begitu gegap gempita di Kalimantan Selatan, ternyata hanya melahirkan pertumbuhan ekonomi 5,14%. Sementara itu kerusakan yang dihasilkannya mencapai 100%, sebab pasca tambang dan sawit, hanyalah meninggalkan potensi bencana, bala, musibah dan tragedi.
Model ekonomi ekstraktif yang berfokus pada pengambilan sumber daya alam seperti batubara, tidak dapat dipertahankan lagi. Sayangnya pemerintah daerah tidak punya kemampuan melakukan diversifikasi, guna mengurangi risiko dengan menyebarkan investasi atau sumber daya ke berbagai bidang dan sektor yang berbeda, sehingga ketergantungan pada satu sektor batubara, dapat dikurangi perlahan dengan sektor lain yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Berpuluh tahun batubara dan sawit merajai dan merusak lingkungan, namun adakah dikonversi dalam bentuk peningkatan sumber daya manusia? Adakah, dan kalau ada, berapa banyak anak-anak banua yang disekolahkan ke berbagai universitas ternama di Indonesia dan dunia melalui duit batubara dan sawit, sehingga setelah semua itu habis, sudah tersedia sumber daya manusia unggul, yang mampu memikirkan diversifikasi ekonomi pada sektor yang lebih ramah dan berkelanjutan, sehingga Kalimantan Selatan masih mungkin berjaya beratus tahun lagi.
Kalau tidak ada sedikit pun konversi terhadap peningkatan sumber daya manusia, uangnya habis hanya untuk berfoya-foya dan norak layaknya OKB, orang kaya baru, yakinlah setelah sumber daya alam Kalimantan Selatan habis, yang tersisa hanyalah kemiskinan, penderitaan dan ancaman musibah dan bala, karena alam begitu rentan dengan bencana.
Apa yang dibanggakan dengan pertumbuhan 5,14%? Sementara alam rusak “kada katulungan”. Jangan-jangan tanpa batubara dan sawit pertumbuhan Kalimantan Selatan lebih dari itu? Syaratnya asal para pemimpin daerah berpikir mengupayakan sektor lain yang lebih aman lagi berjangka panjang.
Dahulu kita berjaya dengan karet, bahkan potensi karet kita pernah menjadi yang terbaik di dunia. Kita juga pernah berjaya dengan rotan, hasil rotan kita memenuhi permintaan pasar dunia karena kualitasnya sangat bagus. Pertanian kita juga pernah unggul dengan varitas lokal seperti mayang, unus, siam, karandukuh, dan berhasil swasembada.
Sekarang, setelah hutan dirusak, dijadikan pertambangan, hutan rotan yang lebat itu hilang seketika. Karet pun dianggap tidak produktif, digantikan sawit, ketika itulah hamparan lahan yang sudah menjadi tambang dan sawit, sangat rentan dengan bencana, karena sudah tidak lagi menjadi menyangga kehidupan. Sawah-sawah juga menjadi perumahan, sehingga lumbung dan kindai padi berpindah ke toko-toko swalayan.
Harus disadari, segala kemewahan dari hasil batubara dan sawit, yang menjadikan segelintir orang kaya selangit, tidak akan bermakna apapun, mana kala pontensi kerusakannya nyata 100% dan berisiko bencana.
Bencana Sumatera yang baru saja terjadi, memberikan gambaran nyata bahwa tidak ada keuntungan apapun yang didapat dari ekonomi ekstraktif. Karena bencana yang dihasilkannya, tidak sebanding dengan yang didapatkan.
Pun ketika banjir Januari 2021 yang melanda Kalimantan Selatan, memberikan pelajaran berharga, bahwa kerugian yang telah kita tanggung secara bersama, sangat tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan selama ini.
Sayangnya, kita tidak pernah mau belajar. Padahal bencana akan terus berulang, manakala alam sudah tidak punya kemampuan memberikan keseimbangan pada perubahan iklim. (nm)
Berikut ini ulasan
Dr Ahmad Yunani SE MSi
Ketua Dewan Penasehat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Kalsel, yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin.
Kata Yunani, sekarang ini ijin
PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), IUP (Izin Usaha Pertambangan) dari Pusat, Ijin HGU
(Hak Guna Usaha) untuk Sawit
dari Pusat.
Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atas ijin Pusat juga, jadi Daerah tidak berdaya melarang, sementara kerusakan dan dampaknya, daerah yang kena. Kita berkontribusi terhadap Nasional , tapi kadang bagi hasil dan transfer Daerah tidak sebanding untuk pembangunan Daerah penghasil.
"Daerah perlu komunikasi dengan Pusat, duduk bersama membahas dampak eksplorasi dan ekploitasi alam ini, agar tidak merugikan lingkungan dan hidup masyarakat lokal," kata Yunani menegaskan, Sabtu (27/12/2025).
Yunani mengatakan, "Jadi tulisan dari Norcholis Madjid memang keresahan Anak Banua yang jujur."
Dr Ahmad Yunani SE MSi
Ketua Dewan Penasehat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Kalsel. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ULM Banjarmasin.
KALI DIBACA

