Dewan Pers Bahas Isu Gender dan Akses Wartawan di Kalsel dalam Survei IKP 2025 - Warta Global Kalsel

Mobile Menu

Top Ads

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Berita Update Terbaru

logoblog

Dewan Pers Bahas Isu Gender dan Akses Wartawan di Kalsel dalam Survei IKP 2025

Friday, 31 October 2025


Banjarmasin, Warta Global Kalsel — Dewan Pers Republik Indonesia melalui tim peneliti provinsi Kalimantan Selatan menggelar Mini Focus Group Discussion (FGD) di Banjarmasin, Kamis (30/10/2025), sebagai bagian dari pelaksanaan Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Tahun 2025.

Kegiatan ini dihadiri enam Informan Ahli Dewan Pers yang mewakili Unsur Pemerintahan, Aparat Keamanan, Lembaga Penyiaran, Organisasi Media, Pelaku Industri Pers, dan Aktivis Perempuan. Mereka adalah Kombes Pol Adam Erwindi (Kabid Humas Polda Kalsel), Zainal Helmie (Ketua PWI Kalsel), Nanik Hayati (Komisioner KPID Kalsel), Anang Fadhilah (Ketua SMSI Kalsel), Drs. Munawar Khalil (Pimpinan Redaksi pojokindonesia.com), dan Lena Hanifah, SH., LLM., Ph.D (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga Kalsel).

Diskusi difasilitasi oleh Dr. M.S. Shiddiq, Peneliti Dewan Pers Wilayah Kalimantan Selatan, guna menyamakan persepsi terhadap indikator dan ruang lingkup pengukuran kebebasan Pers di Daerah.

Ketua SMSI Kalsel, Anang Fadhilah, menyebut, kegiatan ini penting untuk memperkuat kolaborasi antara Dewan Pers dan pemangku kepentingan Media Daerah agar hasil survei IKP 2025 benar-benar mencerminkan situasi aktual.

“Mini FGD ini menjadi wadah bersama untuk menyampaikan dinamika yang dihadapi media lokal, baik dari sisi ekonomi, kebijakan publik, maupun perlindungan terhadap jurnalis di lapangan,” ujarnya.

“Dengan sinergi seperti ini, Kami berharap indeks kemerdekaan Pers Kalsel dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan tahun depan,” tambahnya.

Dalam Forum tersebut, Para Peserta membahas dua isu utama yang menjadi sorotan pada survei tahun ini:

1. Kasus kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan Juwita di Banjarbaru pada akhir 2024, dan

2. Pembatasan akses Wartawan dalam kegiatan peluncuran Pilkada 2024 di Hulu Sungai Tengah (HST).

Ketua PWI Kalsel, Zainal Helmie, menegaskan kasus Juwita tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kemerdekaan Pers, melainkan sebagai isu kekerasan berbasis gender.

“Kasus ini tidak berkaitan langsung dengan kegiatan Jurnalistik Korban, namun menunjukkan pentingnya penguatan perlindungan terhadap Jurnalis Perempuan di Daerah,” jelasnya.

Aktivis perempuan Lena Hanifah menambahkan, perlu adanya indikator khusus dalam IKP yang menilai sejauh mana Jurnalis Perempuan mendapatkan perlindungan dan kesempatan setara di dunia kerja Media.

“Aspek kesetaraan gender dan keselamatan kerja Perempuan perlu diukur agar survei IKP lebih kontekstual terhadap kondisi nyata di Daerah,” ujarnya.

Sementara itu, isu pembatasan Wartawan di HST diklarifikasi bukan dilakukan oleh KPU, melainkan oleh pihak event organizer (EO). Ketua SMSI Kalsel, Anang Fadhilah, menilai peristiwa tersebut menunjukkan rendahnya literasi publik terhadap kerja Jurnalistik.

“Ini bukan bentuk intervensi, tetapi kesalahpahaman teknis. Namun, tetap penting dicatat sebagai bahan evaluasi dalam indikator politik IKP,” katanya.

Selain dua isu utama tersebut, diskusi juga menyinggung ketergantungan ekonomi Media lokal terhadap kontrak publikasi Pemerintah Daerah, yang dinilai dapat mempengaruhi independensi Redaksi.

Komisioner KPID Kalsel, Nanik Hayati menilai, perlu adanya kolaborasi antara Pemerintah dan Media agar kerja sama publikasi berjalan transparan dan tidak menimbulkan tekanan terhadap ruang Redaksi.

Kombes Pol Adam Erwindi menegaskan komitmen Kepolisian dalam mendukung kebebasan Pers.

“Polda Kalsel selalu berupaya membangun komunikasi dengan Media dan memastikan Aparat memahami batasan dalam kerja Jurnalistik,” ujarnya.

Menurut Dr. M.S. Shiddiq, hasil diskusi ini menjadi dasar penting dalam pelaksanaan wawancara dan pengisian kuesioner oleh informan ahli di Kalimantan Selatan.

“Mini FGD ini menjadi langkah awal yang krusial agar survei IKP 2025 menggambarkan realitas kebebasan Pers di Banua secara objektif, faktual, dan berimbang,” ujarnya.

“Hasilnya akan menjadi bagian integral dari laporan Nasional yang direncanakan selesai Desember 2025.”

Pelaksanaan survei di Kalimantan Selatan berlangsung sesuai jadwal Nasional 29 Oktober–12 November 2025, dengan supervisi dari Dewan Pers Pusat.

IKP merupakan survei tahunan Dewan Pers yang mengukur tingkat kebebasan Pers di Indonesia berdasarkan tiga lingkungan utama:

1. Lingkungan Hukum dan Regulasi,

2. Lingkungan Politik dan Kebijakan,

3. Lingkungan Ekonomi dan Kemandirian Media.

Hasil survei IKP menjadi dasar bagi Dewan Pers dalam menyusun kebijakan penguatan kemerdekaan Pers dan perlindungan Jurnalis di seluruh Provinsi.

Dalam survei IKP 2024, Provinsi Kalimantan Selatan mencatatkan skor tertinggi secara Nasional, menunjukkan tingkat kemerdekaan Pers yang dinilai paling baik di Indonesia.

Keberhasilan tersebut menjadi tolok ukur penting dalam pelaksanaan survei tahun 2025, untuk melihat apakah capaian tersebut dapat dipertahankan di tengah dinamika sosial dan politik yang terus berkembang.

“Prestasi Kalsel sebagai Provinsi dengan indeks tertinggi di Tanah Air bukan akhir dari proses, melainkan tantangan untuk menjaga konsistensi kebebasan Pers di tengah berbagai dinamika,” pungkas Shiddiq.*****






KALI DIBACA