Noorhalis Majid : "Tantangan Advokasi Era Post Truth" - Warta Global KALSEL

Mobile Menu

Top Ads

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Berita Update Terbaru

logoblog

Noorhalis Majid : "Tantangan Advokasi Era Post Truth"

Friday, 16 May 2025


Banjarmasin, Warta Global Kalsel 

(Ambin Demokrasi)

Tidak mudah melakukan advokasi atau memengaruhi keputusan atau kebijakan di era sekarang, dimana kebohongan, kepalsuan, manipulasi, dapat menyamar sebagai kebenaran. 

Advokasi berarti menyuarakan pendapat, membela kepentingan, atau berjuang dan memperjuangkan hak untuk menciptakan perubahan yang lebih adil di tengah warga. 

Penyamaran kebohongan tersebut di era sekarang, dimobilisasi melalui penggalangan opini melibatkan buzzer, yaitu individu atau kelompok orang yang mau dibayar untuk menyebarkan informasi atau opini tertentu, sering kali menggunakan Tokoh Publik guna memengaruhi pendapat. Dibayar dimaksud tentu saja tidak selalu dengan uang. Pembayaran bisa berupa akses, relasi kuasa atau status sosial. 

Begitu lihainya kepalsuan menyamar sebagai kebenaran, pada saat mendapat perlawanan, seketika merubah dan memposisikan diri sebagai korban, hal demikian di era sekarang dinamakan playing victim, yaitu prilaku yang sengaja memposisikan diri sebagai korban, padahal bukan korban sebenarnya. Sekalipun sudah mengkriminalisasi dan melakukan penganiayaan fisik dan mental, pada saat kalah karena dilawan oleh arus yang lebih besar, seketika memposisikan diri sebagai korban yang layak dikasihani. 

Manipulasi kebenaran tersebut bahkan membawa-bawa demokrasi sebagai satu kebebasan berpendapat. Padahal demokrasi itu tidak sekedar mengusung kebebasan, tapi di dalam kebebasan tersebut harus ada kejujuran dan keadilan. Demokrasi tanpa kejujuran dan keadilan, hanya berujung manipulasi. Mungkin dinamakan demokrasi, padahal isinya otoritarian, yaitu pemaksaan kehendak kekuasaan.

Dalam satu barisan advokasi,  bila ada perbedaan visi, misi, tujuan dan cara, maka hal tersebut bukanlah demokrasi, melainkan penghianatan. Tentu tidak ada tempat bagi penghianat dalam barisan advokasi, sebab dapat menggagalkan cara, tujuan, bahkan merusak misi dan visi. 

Bila penghianatan diberi merek demokrasi, pada saat itu demokrasipun sudah digerogoti post truth. 


Tidak mudah melakukan advokasi era post truth, sebab kepalsuan yang diulang-ulang melalui mobilisasi buzzer, perlahan mencuci otak, menyamar menjadi kebenaran. (nm)


KALI DIBACA